Kembali kali ini saya mau membahas tentang pengelolaan keuangan atau mengatur keuangan ala saya. Sebelumnya saya pernah membahas tentang mengatur keuangan dimulai dari saya masih kecil hingga dapat pekerjaan disini.
Kali ini saya mau mencoba membahas tentang cara saya mengatur keuangan ketika sudah menikah. Karena tentu dari jumlah pendapatan dan pengeluaran pun akan berbeda dengan dulu ketika saya belum menikah seperti sekarang.
Keterbukaan Keuangan Ketika Pra Nikah
Setelah saya dan suami bertunangan, kami mulai membicarakan banyak hal. Mulai dari persoalan pekerjaan, dimana nanti akan tinggal dan sampai dengan soal keuangan.
Walaupun kami tidak menuliskan semacam ‘perjanjian’, tapi dengan keterbukaan dari segi kondisi dan lain sebagainya itu cukup memberikan gambaran kedepannya akan seperti apa untuk mencapai visi dan misi menikah kami.
Kali ini lebih fokus ke masalah keuangan, dimana ketika kami akhirnya terbuka tentang gaji yang kami terima. Walaupun dalam Islam juga yang diwajibkan untuk memberikan nafkah adalah suami, tapi tidak ada salahnya dong terbuka tentang keuangan masing-masing supaya tidak ada kesalahpahaman kedepannya.
Jujur, kala itu memang gaji tetap saya lebih besar dibandingkan dengan suami. Suami saya pun menjanjikan sekian nominal uang yang bisa diberikan setiap bulannya dari hasil gaji tetapnya sebagai seorang dosen. Tapi sebetulnya suami juga punya pekerjaan sampingan yang tidak pasti kapan dapatnya dan nominalnya. Tergantung dari proyek yang didapatkannya. Fyi kerjaan sampingan suami saya itu di bidang programmer IT atau lebih sering ke Android untuk sekarang. Jadi, suami pun waktu itu bisa menjanjikan nafkah yang akan diberikan dari gaji tetap sebagai dosen.
Saya waktu itu pun tidak mempermasalahkan perihal nominal nafkah yang bisa diberikan. Tapi saya lebih ke melihat ‘Oh oke, dia akan berusaha untuk mencari nafkah untuk keluarga kecil kami nanti’.
Bahkan ketika tau nominal yang diberitahu oleh suami pun waktu itu saya bilang ‘Oke, ga masalah. Toh kalau dari segi makan kita ga neko-neko juga dan insyaallah bisa ko segitu untuk kita berdua. Insyaallah cukup’. Dan yang terpenting saya tau dia itu kerjanya ditempat yang bener dan insyaallah halal dan berkah meskipun nominalnya kecil.
Sumber Pendapatan dan yang Mengatur Keuangan Keluarga
Setelah menikah saya masih kerja, jadi pendapatan pun bertambah dengan adanya suami. Kebetulan suami itu mempercayakan saya untuk mengatur keuangan keluarga. Untuk uang saya sendiri sebetulnya suami sih terserah saja, karena emang itu uang saya. Tapi, kalau misal saya mau membantu kebutuhan keluarga dengan uang saya, suami selalu bilang terimakasih.
Begitu juga kalau misalkan suami dapat rezeki berlebih saya tidak pernah menuntut dia harus memberikan kepada saya. Karena saya tau, dia juga pasti ada sesuatu yang ingin dibeli semisal untuk hobinya dia dan kebutuhan dia yang lain.
Bahkan kalau suami mau ngasih ke orang tuanya atau ke adik-adiknya saya ga pernah mempermasalahkannya. Karena saya tau, kalau suami itu masih ada kewajiban kepada keluarganya. Kalau memang ada rezeki lebih ya silahkan.
Terus waktu akhirnya saya memutuskan untuk resign, pemasukan tentunya hanya dari suami. Tapi, apakah rezeki kami berkurang? Kalau dilihat dari nominal mungkin iya terlihat berkurang jauh. Tapi sebenernya kalau dilihat dari segi kebutuhan kami, Alhamdulillah selama ini cukup-cukup saja. Dan yang terpenting kami tidak pernah punya utang kepada orang lain.
Ketika suami saya mencari nafkah hingga akhirnya dipercayakan kepada saya untuk mengatur keuangan keluarga. Saya selalu berdoa agar kami selalu diberi kecukupan dalam keadaan apapun. Jadi meskipun sekarang saya tidak punya ‘pekerjaan’ atau ibu rumah tangga, saya tetap yakin kalau Allah selalu mencukupkan rezeki saya yang mungkin salah satunya dititipkan melalui suami saya.
Manajemen Keuangan
Dari uang nafkah yang diberikan suami kepada saya lalu pergi dari pengalaman ketika kos, ilmu yang didapatkan ketika kerja dan ilmu keuangan lainnya akhirnya saya membuat persentase untuk setiap pos-pos kebutuhan.
Banyak cara untuk mengatur pos-pos keuangan supaya tetap terkendali. Selain mengatur persentasenya biasanya saya rutin membuat catatan pengeluaran, supaya ke track uangnya dipakai untuk apa aja. Jadi, laporan ke suami juga gampang, walaupun dia jarang banget nanya uang nafkah yang dikasih dipake buat apa aja hehe.
Berikut ini pos-pos persentase supaya lebih memudahkan saya ketika mengatur keuangan.
- 2.5% : infaq/sedekah
- 25% : tabungan
- 55% : kebutuhan bulanan
- 10% : dana darurat
- 7.5% : refreshing, dll
Kurang lebih persentase yang saya buat seperti itu. Untuk kebutuhan udah pasti lebih gede dibanding persentase lainnya. Untuk dana darurat sudah pasti digunakan untuk kebutuhan yang sifatnya mendadak, dan jadi semacam tabungan dana darurat gitu.
Terus untuk dana refreshing dan lain-lain itu sebenernya ga selalu dipakai setiap bulan juga sih, tapi ya saya sisihkan saja. Jadi kalau misalkan mau pergi liburan atau butuh beli barang yang dibutuhkan di rumah ngambilnya dari situ. Ini juga jadi semacam tabungan khusus untuk refreshing dll.
Tapi kadang ada kalanya persentase yang udah dibuat itu meleset. Nah, kalau udah kaya gitu saya tetep berusaha buat jangan sampe meleset terlalu jauh gitu, supaya target yang dibikin setiap bulannya itu bisa tercapai.
Pernah juga ada yang menyarankan persentasenya itu jadi kaya gini:
- 10%: infaq/sedekah
- 20%: investasi yang menguntungkan/dana darurat/untuk bisnis
- 30%: cicilan rumah/motor dll/ untuk melunasi hutang jika ada
- 40%: untuk kebutuhan bulanan
Nah, jadi kalau ternyata ada yang sudah terlanjur punya hutang, emang ada baiknya dilunasi dulu aja hutangnya. Dan pisahkan dana khusus untuk melunasi hutang tersebut supaya tidak mengganggu pos persentase kebutuhan yang lainnya.
Dan saya selalu berdoa supaya kita semua itu terbebas dari yang namanya hutang. Apalagi kalau udah nyampe ke titik ‘gali lubang tutup lubang’. Duh semoga kita dijauhkan dari perhutangan itu deh apalagi udah gali lubang tutup lubang di tambah ada riba pula, duh ngeri banget deh. Sebisa mungkin hindari hal itu ya temen-temen dan jangan sampe terjebak hutang dan riba deh.
Perihal Keuangan
Saya biasanya selalu menargetkan sesuatu setiap bulannya. Misal, bulan ini harus bisa nabung lebih hemat. Kebutuhan bulanan jangan melebihi pos persentasenya. Atau harus bisa lebih banyak sedekah dan lain sebagainya.
Kalau mau beli sesuatu itu biasanya saya dan suami lihat dari segi urgency dan prioritasnya. Jadi emang pasti ada targetan tertentu dan semuanya harus ter-planning. Tapi pasti ada kalanya semua yang direncanakan bisa berubah tergantung pada waktu, misalkan ada yang mendadak sakit dan lain sebagainya tentu ini akan jadi prioritas utama dan mendesak.
Kalau misalkan punya handphone lalu ingin membeli handphone baru, biasanya saya kesampingkan dulu selama handphone yang digunakan tersebut masih bisa menunjang kebutuhan sehari-hari. Toh kalau handphone itu pasti cepet banget ada keluaran terbaru dengan teknologi yang makin canggih. Jadi ya, sabar dulu aja buat beli handphone baurnya.
Selain itu prinsip saya dan suami selama ini, hindari utang dan riba. Kalau mau sesuatu pas lagi ga punya uang, sabar dulu aja. Kumpulin dulu uangnya sampai cukup buat beli barang yang diinginkan.
Cukup, ada, sabar, syukuri, Alhamdulillah. Lima kata yang selama ini saya gambarkan untuk masalah keuangan. Saya selalu berdoa agar rezeki yang diterima itu selalu diberi kecukupan. Ketika butuh, uangnya ada. Tapi kalau belum ada ya di sabarin dulu aja.
Jangan lupa untuk selalu bersyukur pada semua rezeki yang didapatkan, bukan cuma materi lho ya, sehat juga salah satu rezeki yang harus disyukuri. Dan jangan lupa untuk selalu mengucapkan Alhamdulillah juga dengan semua rezeki yang didapatkan, apalagi kalau rezekinya berlebih pasti Alhamdulillah banget kan hehe.
Nah, sekian deh sharing kali ini tentang manajemen keuangan di part 2 ini. Semoga bermanfaat ya. Kalau ada yang mau sharing tentang pengelolaan keuangan temen-temen juga boleh ya. Siapa tau ada cara yang lebih efektif lagi.